Rss
TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG, JANGAN LUPA KESINI LAGI WWW.AHMAD-SAHID.BLOGSPOT.COM BLOG RESMIAHMAD SAHID, Temukan Info info menarik di blog ini ya

21 Agustus 2010

OH BAYIKU

oleh Al-Habib Munzir Almusawa 
Bu Mina sedang hamil tua, ia sedang berjalan tertatih tatih disebuah jalan, seraya
selalu terbebani oleh kandungannya yang sudah besar, kemanapun ia melangkahkan
kakinya, ia dibebani oleh kandungannya, dijalan, dirumah, berdiri, duduk bahkan
tidurpun ia selalu terganggu oleh perutnya, hanya satu harapan yang selalu
menghiburnya siang dan malam, "aku akan mendapatkan seorang anak yang akan
menjadi kebanggaanku kelak", tak ada seorang ibu yang tidak bercita-cita seperti ini,
iapun terus bersabar menahan segala penderitaan yang menimpanya, hingga saatsaat
melahirkanpun tiba.
Malam itu hujan turun dengan derasnya, Bu Mina merasakan bahwa kandungannya
akan segera lahir, suaminya, Imron berlari dikegelapan malam mencari bidan yang
rumahnya agak jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki, tiada yang
mendorongnya untuk berlari di derasnya hujan selain keselamatan bayinya, kalau ia
harus melewati lautan apipun akan ditempuhnya asalkan bayinya selamat, iapun
sampai dirumah bidan yang sudah terlelap tidur, ia memaksa bidan untuk mau
menolong istrinya, ia rela mengorbankan semua hartanya asalkan bidan mau
menolongnya.
Bidan itu dengan enggan mengikuti Imron kerumahnya, ia melayani bidan itu lebih dari
pelayanan seorang ajudan terhadap rajanya, ia memayungi bidan seakan-akan jangan
sampai setetespun air hujan membasahi tubuh sang bidan, dengan penuh cemas
kalau-kalau sang bidan berubah pikiran untuk membatalkan niatnya, dibiarkannya
tubuh yang basah kuyup oleh derasnya hujan, mungkin apabila air hujan itu berupa
batu sekalipun ia tak akan memperdulikannya.
Ketika mereka tiba ditujuan, bidanpun menyiapkan segala sesuatunya sementara Bu
Mina sudah menjerit jerit menahan sakit. Waktupun berjalan dengan lambatnya, sang
suami bercucuran keringat dingin menunggu keadaan yang sangat kritis, terlintas
dalam pikirannya betapa indahnya kalau kepedihan sang istri dipindahkan kepadanya.
Tak lama terdengarlah tangis seorang bayi yang melengking memecah kesunyian
malam yang baru saja reda dari hujan lebat, tak lama bidanpun keluar memeluk
sesosok bayi mungil yang masih merah, sementara sang ibu masih tak sadarkan diri,
Imron menangis sambil memeluk bayi mungilnya, iapun menghadapkan dirinya
kekiblat, lalu mendekatkan mulutnya ketelinga sang bayi, "Allahu Akbar.. Allahu
Akbar, Allahu Akbar.. Allahu Akbar.., Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.., Asyhadu
an Laa Ilaaha Illallah.., Asyhadu anna Muhammadurrasulullah..", ia mengadzankan
bayinya sambil bercucuran airmata kegembiraan.
Bayi mungil itu terus diasuh oleh ibunya tanpa mengenal waktu, sang ibu mengatur
segala-galanya demi kesehatan bayinya, mengatur kapan waktu bayi itu dimandikan,
dengan air yang tak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, mengatur waktu agar
bayi itu terkena matahari dipagi hari, memakaikan pakaiannya, membersihkan
tubuhnya, membedakinya, dan segala-galanya lebih dari perhatiannya pada dirinya
sendiri, dengan penuh kasih sayang. Sepasang suami istri itu terus mengayomi anak mereka tanpa mengenal bosan, seringkali sang bayi mengganggu tidur mereka, tapi itu
semua tidak mengurangi kasih sayang mereka, Mereka menuntunnya berbicara,
mengenal nama-nama benda, menuntunnya berjalan, dan mengajarinya semua
perilaku kehidupan,
Sang ibu sudah kehilangan waktu untuk merias dirinya, sang ayahpun lupa waktu
dalam bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan bayinya. Anak merekapun tumbuh
semakin besar, tidaklah sang ayah pergi meninggalkan rumah terkecuali terbayang
canda anaknya dirumah, Waktupun berjalan dengan singkatnya.
Seorang lelaki tua terbaring disebuah ranjang, ia tersengal sengal menahan detik-detik
sakratulmaut, disampingnya duduklah seorang pemuda berambut gondrong dengan
perawakan kusam tanpa cahaya keimanan, pemuda itu tak tahu harus berbuat apa
atas ayahnya yang sudah di pintu kematiannya, lelaki tua itu hanya memandangi
anaknya tanpa mampu berucap apa-apa, pikirannya melayang beberapa puluh tahun
yang silam, saat ia berlari-lari ditengah derasnya hujan dikegelapan malam, ia teringat
ketika ia berteriak-teriak mengucapkan salam dirumah sang bidan sambil berharap
sang bidan mau membantunya, ia teringat pada saat ia mencucurkan airmata
kegembiraan dengan memeluk bayi mungilnya, ia teringat tatkala ia mendekap bayi
mungilnya, lalu mengadzankan sikecil, lalu menidurkan bayinya dengan senandung
kasih sayang.
Kini bayi mungil itu berubah menjadi pemuda gondrong berwajah kusam dan gelap dari
cahaya hidayah seakan akan ia ingin berkata.., "Tak kusangka… tak kusangka.., bayi
mungilku yang dulu kuadzankan dan kutimang akan seperti ini..., aku tidak
mengharapkan apa-apa darimu nak.., tapi bantulah ayah yang kini sedang dipintu
kematian", betapa hancur dan pilunya sang ayah yang harus menerima kepahitan
hidup yang paling pedih.., menemui kematian dengan meninggalkan anak yang tidak
mengenal keimanan, elaki tua itupun menemui kematiannya dengan menyedihkan,
dengan seribu kekecewaan yang terus akan menemaninya dikuburnya.
Pagi hari itu seorang ibu setengah baya sedang duduk diberanda rumahnya
memandangi kedatangan seorang pemuda berbaju putih dengan sarung dan peci yang
masih dibasahi air wudhu sambil membawakan terompah ibunya dan menaruhnya
dikaki sang ibu, seraya mencium tangan ibunya dan berkata "saya ngaji dulu bu" lalu
berlari terburu-buru dan hilang dikegelapan malam, tangan sang ibu masih dibasahi
bekas air wudhu anaknya, ibu itu memandangi kepergian anaknya sambil termenung,
Segala puji bagimu wahai Allah, aku ridho terhadap anakku, limpahkan kasih sayang
Mu atasnya.., tanpa terasa ibu itu mencucurkan airmata kegembiraan melihat keadaan
anaknya..,
Maka turunlah limpahan rahmat dari Yang Maha Agung terhadap pemuda itu, terhadap
ibunya dan ayahnya, mereka terus dinaungi kasih sayang Nya hingga mereka satu
persatu dipanggil ke hadapan Nya.
Termasuk sosok anak yang manakah dirimu wahai pembaca....?

0 komentar: