oleh Al-Habib Munzir Almusawa
Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa
kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya
akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan
pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan
kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya,
dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits
no.4177)
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas
kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw
hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur
juz 6 hal 583)
Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat
melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14
buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang
1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini
muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran
Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat
salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu
adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan
beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw.
Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh
boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat
umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah..
bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1
januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian
pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia
tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak
memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat
ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1
januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw
menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka
jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau
saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka
Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran
Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits
no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut
kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira
dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi
orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas
kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya
menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam
dan mereka tak mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar
ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang
lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu
Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata :
“betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram,
sebagaimana beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid,
namun jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah,
pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw
sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan
bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia
berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058,
sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat
yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci
hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz
8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw
datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10
Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari
ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa
sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak
atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah
yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca
Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman
Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al
Imran 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832
dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah
diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau
saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah
beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada
Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan
membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan
tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan dan yang serupa itu untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang
sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii
‘amalilmaulid”.
3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang
diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan
kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw
dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam
senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku
atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih
Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka
mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana
dengan muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka
demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia
akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil
hadits Abu Lahab
6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan
bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan
pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”. 7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
Dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah
adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
Dengan karangan maulidnya yang terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang
pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita
gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya
serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
Dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami
berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yang menjadikan hari
kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang
terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi
Dengan karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12. Imam al Hafidh Ibn Katsir
Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir”
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al
lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
15. Imam assyakhawiy
Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi
16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
Dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang terkenal dengan ibn diba’
Dengan maulidnya addiba’i
18. Imam ibn hajar al haitsami
Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam
19. Imam Ibrahim Baajuri
Mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn
hajar 20. Al Allamah Ali Al Qari’
Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji
23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
Dengan maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
Dengan maulid al maulid mustofa adnaani
26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy
Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”
27. Syihabuddin Al Halwani
Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif
28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
29. Asyeikh Ali Attanthowiy
Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
30. As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid
sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya
menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas jelas
meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam
dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa
risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang
dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk
tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian
pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang
dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk
majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan
berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk,
dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa,
sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk
Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal
93)
Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca
maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul
saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw
hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas
adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yang Rasul saw pernah
melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.
Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita
menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan
kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita
shalat pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam
Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan
Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan puji
pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk
Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan
berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yang sunnah,
(berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu
bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,
Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh
dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al
Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk
Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang
diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul
saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan
mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan
risalah pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara
membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap
muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa
“Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab
kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat
hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita
akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu
dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib .
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju
hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju
kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh
siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena
diperlukan untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan
dakwah merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan
ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang
Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena
menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta
silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai
banyak yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah
banyaknya para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat,
walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang
muslimin yang awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yang
masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati
dan kejernihan, amiin.
Walillahittaufiq
21 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar